Senin, 22 November 2010

Steak Factory

Steak atau yang populer disebut bistik oleh orang Indonesia kini tak lagi menjadi makanan langka. Para penggemar daging yang dipanggang ini bisa mendapatinya di mana saja, dengan harga yang bervariasi pula. Mau mahal ada, yang relatif murah pun ada.

Dulu, steak hanya bisa ditemui di tempat-tempat mahal, seperti hotel-hotel berbintang atau restoran-restoran berpenampilan mewah. Tapi kini, seiring krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia yang hingga kini belum pulih, steak tidak lagi menjadi sajian yang mahal. Banyak kedai-kedai kecil dan bahkan tenda-tenda kaki lima yang menyajikan menu daging ini. Kalau sudah begini, kualitas dan harga pun menjadi beragam.
Salah satu tempat yang menawarkan hidangan steak dengan harga yang relatif terjangkau adalah Jalan Biak nomor 23, Jakarta Pusat. Steak Factory, demikian namanya, berkonsep low profile dalam penampilan. Tapi, pemiliknya berani rasa yang ditawarkan pasti berbeda dari tempat lain, termasuk memasukkan cita rasa Indonesia.
Kenneth Chen, sang pemilik, mengemas restoran bistik ini dengan desain yang nyaman dan menarik. Ruko dua lantai berkapasitas 100 orang ini, menurut Yoke—Direktur Operasional—didesain sedemikian rupa sehingga orang pun bisa merasa rileks dan disambut pemilik. ”Penggemar steak, baik itu datang bersama keluarga maupun rekan kerja bisa merasa nyaman apalagi dengan pelayanan yang ramah,” ujar Yoke tentang resto yang dikelolanya dengan jam buka 11.00 hingga 22.00 WIB tersebut.

Menurut Yoke, warung tenda di sepanjang Jalan Biak Jakarta Pusat itu sudah banyak. Bahkan Chen menegaskan kalau resto-resto di sana sudah buka puluhan tahun silam. Karenanya, bisnis yang dikelola di atas bangunan milik pribadi itu dikemas agak berbeda. Di samping jualannya beda, tempatnya pun punya keunikan tersendiri. Cat dinding warna merah terang agak oranye tua mendominasi seluruh ruangan. Sementara untuk lebih menarik lagi, dindingnya diberi tambahan sejenis bahan asbes yang ditempel melengkung. Bahannya sederhana tapi hasilnya cukup artistik. Warna ruangan yang menyala pun seolah merepresentasikan panasnya steak dari panggangan. Boleh jadi suasana seperti ini menambah selera makan bagi pengunjung.
Perkara lokasi memang sudah dipikirkannya. Tempat yang kini dipilihnya termasuk kawasan sibuk. Satu lagi, di sana tidak ada usaha sejenis yang bisa menjadi pesaingnya.
”Selalu mencoba sesuatu yang baru untuk hidangan dan menawarkan paket-paket promosi,” jelas Chen tentang segelintir kiat-kiat yang dijalankannya.

Sumber : SH/sally piri - sinarharapan.co.id

Lihat juga:
Dim Sum
Wine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar