Ketua Komite Nasional Bidang Waralaba dan Lisensi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Amir Karamoy, mengatakan pertumbuhan bisnis toko waralaba tahun ini mencapai 12-15 persen. "Pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia termasuk besar dibanding pertumbuhan dunia. Tapi jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat," katanya di Jakarta kemarin.
Menurut Amir, saat ini terdapat 1.000 pewaralaba dan sekitar 10 ribu waralaba di seluruh Indonesia. Sekitar 60 persen dari total pewaralaba di dalam negeri merupakan milik pengusaha nasional dan sisanya pewaralaba luar negeri. Meski pertumbuhan toko waralaba cukup pesat, pertumbuhan pemegang merek atau pewaralaba tak cukup tinggi.
Pertumbuhan pewaralaba diprediksi 6-7 persen. Bisnis waralaba Indonesia termasuk terbesar di Asia. Sekitar 40 persen pewaralaba berkaitan dengan bidang kuliner, makanan dan minuman. Sisanya pendidikan dan kecantikan. Tapi pertumbuhan yang tinggi tak menjamin eksistensi pewaralaba. Tingkat kegagalannya, terutama pewaralaba Indonesia yang membuka usaha di luar negeri, terbilang tinggi.
Sementara tingkat kegagalan bisnis waralaba di Amerika hanya 8 persen, di Indonesia tingkat kegagalan bisa menyentuh 40 persen. Kebanyakan pewaralaba yang berekspansi ke luar negeri bisa bertahan tak lebih dari dua tahun. "Mereka selalu berpikir gampang menjalankan waralaba. Padahal ada aturan dan perjanjian yang harus dipenuhi," kata Amir.
Penyebab utama kegagalan tersebut karena para pewaralaba nasional tak memahami pasar asing dan cenderung menyamakan aturan pasar di luar negeri dengan pasar Indonesia. Amir mencontohkan, banyak pewaralaba yang tidak memperhitungkan harga tenaga kerja dan sewa properti di luar negeri yang jauh lebih mahal.
Pewaralaba Indonesia juga enggan menyewa konsultan hukum untuk mendampingi mereka ketika memulai bisnis. Padahal konsultan diperlukan untuk memastikan posisi pengusaha dalam perjanjian usaha. "Mereka berpikir menyewa konsultan mahal. Sebenarnya tidak mahal dibandingkan dengan potensi kerugian yang lebih besar di masa depan," ujar Amir.
Salah satu pewaralaba lokal yang bakal segera melebarkan berekspansi ke negeri jiran adalah Sour Sally. Restoran penjual yoghurt itu berencana membuka dua toko lisensi di Singapura dan Malaysia. Franchise Manager Sour Sally, Ermeyta Mansyur, mengatakan pihaknya menggandeng kedua mitranya untuk membuka toko Yogu Buzz, salah satu merek Sour Sally, pada tahun depan.
Investasi yang dibutuhkan untuk satu gerai Yogu Buzz mencapai Rp 380 juta. Walau banyak mitra di luar negeri yang berminat membeli lisensi Sour Sally dan Yogu Buzz, Ermeyta mengatakan, pihaknya sangat selektif. Manajemen memutuskan memilih dua mitra untuk dua toko saja. "Kami enggan gegabah meski peminat banyak," katanya. (KARTIKA CANDRA - Koran Tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar